Mencari Khidir, Memburu Ilmu Hikmah
Siapa yang tidak kenal dengan Nabi
Khidir. Setiap orang, khususnya orang islam, pasti akrab dengan nama Khidir.
Sesosok nabi yang nyentrik ajarannya dan cara penyampaiannya. Ajaran dan
penyampaiannya terkadang membuat muridnya dibuat bertanya-tanya. Bahkan
sekaliber Nabi Musa pun dibuat bertanya-tanya dengan tingkah laku Nabi Khidir.
Cerita bergurunya Nabi Musa ke Nabi Khidir merupakan media Allah untuk
menyadarkan Nabi Musa bahwa ada manusia yang lebih pintar dibanding dirinya.
Konon Nabi Musa pernah ditanya oleh
umatnya tentang siapa manusia yang paling pintar di dunia ini. Spontan Nabi
Musa mengatakan bahwa dirinyalah yang paling pintar. Sikapnya ini mendapat
teguran Allah, Nabi Musa kemudian disuruh berguru kepada seseorang yang ilmunya
jauh lebih tinggi dibanding dirinya. Allah menunjukkan dimana orang tersebut
tinggal. Nabi Musa dapat menemui Nabi Khidir pada pertemuan dua buah lautan
(jama’ al bahrain). Tandanya, apabila ia membawa ikan yang sudah masak,
kemudian dengan percikan air ikan tersebut bisa hidup kembali, itulah tempat
Nabi Khidir berada.
Begitu pula saat sang raja
mengadakan sidang bersama punggawanya, tiba-tiba datang seorang laki-laki tanpa
permisi. Ketika ditanya apa keperluannya, sang laki-laki itu mengatakan bahwa
istana ini hanya peristirahatan para kafilah. Tentu saja sang raja marah sebab
istana disebut sebagai tempat peristirahatan.
“Ini bukan persinggahan para kafilah
yang kelelahan. Ini adalah istanaku, “ bentak sang raja merasa terhina.
“Istanamu? Sebelum engkau, siapa
yang menempatinya?”
“Bapakku”
“Sebelum bapakmu, siapa yang punya?”
“Kakekku”
“Sebelum kakekmu?”
“Bapak dari kakekku.”
“Sekarang mereka berada di mana?”
“Mereka sudah meninggal dunia”
“Berarti tepat benar: tempat ini
adalah persinggahan sementara saja. Nanti sebentar lagi engkau juga akan
meninggalkannya.” Kemudian orang itu hilang. Ternyata orang itu tidak lain
adalah Nabi Khidir yang datang memberi nasehat agar menyadari bahwa kehidupan
dunia itu fana belaka, bukan tujuan utama setiap manusia beriman.
Singkat cerita, Nabi Musa berhasil
bertemu dengan Nabi Khidir. Nabi Musa diterima sebagai murid tetapi sejak awal
Nabi Khidir sudah mengatakan bahwa Nabi Musa tidak akan sanggup menjalani semua
persyaratan yang diajukannya. Persyaratan itu tidak lain adalah Nabi Musa
dilarang bertanya segala tindakan Nabi Khidir sampai ia sendiri menjelaskan
kepada Nabi Musa. Nabi Musa pun menyanggupinya. Namun, tidak disangka-sangka
tindak laku Nabi Khidir ternyata di luar dugaan dan mengundang Nabi Musa untuk
bertanya dengan segala tindakan yang dilakukan sang guru. Merasa Nabi Musa tak
sanggup menjalani persyaratan sebagai murid kemudian Nabi Khidir memutuskan
berpisah dengan Nabi Musa setelah menjelaskan maksud dari tindakannya.
Bagi kita yang akrab dengan teori
pembelajaran modern, dengan segala paradigmanya sebagai seorang pembelajar, apa
yang dilakukan Nabi Musa merupakan hal yang wajar. Bahkan, sebagai seorang
murid sudah selayaknya murid aktif bertanya kepada sang guru. Tetapi inilah
kenyataannya, kenyataan antara Nabi Musa dan Nabi Khidir yang mewedar ilmu.
Nabi Musa tak sanggup menangkap hikmah di balik kejadian. Nabi Musa tak bisa
membaca “masa datang” kecuali “masa kini” yang dihadapi. Salahkah Nabi Musa?
Jelas di sini tidak bisa dihukumi siapa yang salah dan siapa yang benar. Yang jelas
Nabi Musa sendiri telah melanggar perjanjian antara murid dan guru, bahasa
kerennya sekarang melanggar kontrak belajar yang telah disepakati.
Lantas siapa Nabi Khidir itu, sampai
Allah pun harus menyuruh Nabi Musa untuk berguru kepadanya? Apa kelebihannya?
Sosok Nabi Khidir tak hanya terkenal pada cerita Nabi Musa. Menurut cerita,
Sunan Kalijaga yang bergelar Syeh Malaya pun pernah bertemu dengan Nabi Khidir
di tengah lautan. Saat Sunan Kalijaga hendak menunaikan haji ke Mekkah, beliau
bertemu dengan Nabi Khidir dan menyuruhnya Sang Sunan untuk kembali ke tempat
tinggalnya sebab yang dicarinya tidak ada, kecuali di hati Sang Sunan sendiri.
Sekali lagi, wejangan Nabi Khidir terasa ganjil, namun di balik keganjilannya
itu tersimpan berbuku-buku hikmah yang harus direnungkan oleh para muridnya.
Hal yang paling melekat dengan Nabi
Khidir adalah lautan (air) dan keunikan ajarannya. Terkadang Nabi Khidir
dijuluki “nabi air”, sebab para pencarinya menemukan atau bertemu dengan di air
meski ini tidak selamanya. Sedangkan keunikan, keganjilan cara penyampaian
bahkan isinya menjadi ciri khas Nabi Khidir. Sehingga Nabi Khidir dijuluki guru
hikmah. Nabi Khidir sendiri dianugerahi ilmu laduni; ilmu yang bersifat
langsung dari Allah (QS. 18: 65). Tak pelak, hal inilah yang menjadikan Khidir
sebagai ikon guru ruhani dalam tradisi spiritual Islam.
Nabi Khidir merupakan nama julukan,
nama kecilnya adalah Balya. Ia mendapat julukan tersebut (Khidir)-berasal dari
kata Khudrun artinya hijau- kerena di mana pun ia pernah duduk atau
menginjakkan kaki, selalu tumbuh rumput hijau karena tanahnya menjadi subur.
Nabi Khidir sendiri merupakan anak seorang raja yang kemudian diasingkan di
daerah terpencil bersama ibunya. Setelah dewasa Nabi khidir mengikuti sayembara
penulisan suhuf-suhuf firman Allah yang diadakan oleh sang raja (ayahnya) dan
berhasil memenangkan sayembara tersebut. Kekaguman sang raja akan keelokan
tulisan Nabi Khidir membuat sang raja menelisik asal-usul Nabi Khidir. Setelah
diketahui asal-usulnya khidir yang tak lain merupakan putranya sendiri, sang
raja berkenan Nabi Khidir agar tetap tinggal di istana untuk meneruskan
tahtanya tetapi Nabi Khidir menolaknya dan memilih pulang ke kampung halaman,
tinggal bersama ibunya.
Semasa pemerintah Iskandar Agung,
Nabi Khidir diangkat menjadi wazir utama. Konon, Raja Zulkarnain didatangi
malaikat, raja menggunakan kesempatan pertemuan tersebut untuk bertanya perihal
tentang jalan yang bisa ditempuh manusia supaya tidak mati hingga hari kiamat
datang. Malaikat menceritakan bahwa ada ma’ul hayat (air kehidupan). Siapa saja
yang dapat meminumnya walaupun sedikit, dia tidak akan mati, kecuali nanti
waktu sangkakala ditiup. Raja kesengsem dengan jawaban malaikat. Malaikat pun
menceritakan bahwa air tersebut berada di daerah kutub, sangat samar, hampir
dikatakan gelap.
Raja bersama rombongan, tak
terkecuali Nabi Khidir, berusaha mencari air kehidupan tersebut. Sayangnya,
setelah lama mencarinya tidak kunjung pula air tersebut ditemukan. Hanya Nabi
Khidir-lah yang menemukan air tersebut kemudian meminumnya. Itulah mengapa Nabi
Khidir tetap hidup hingga saat ini.
Sosok Nabi Khidir banyak dicari oleh
orang. Kehadirannya diyakini dapat membawa berkah dan membukakan pntu hikmah
meski pertemuan itu hanya sebentar. Seperti yang dialami dialami Nabi Musa.
Tidak diragukan Ilmu Nabi Musa tentunya sangat luas apalagi kapasitasnya
sebagai nabi yang melayani umat. Namun, di balik kepintaran tersebut masih ada
kekurangan yakni ilmu masa depan alias ilmu kewaskitaan. Hingga akhirnya Allah
menyuruh Nabi Musa berguru kepada Nabi Khidir.
Kedatangan dan pertemuan dengan Nabi
Khidir memang tidak bisa dijadwalkan. Ia datang tak diundang, pergi pun sesuka
hatinya. Dia hadir jika ada yang membutuhkan dengan niat tulus dan terkadang
kedatangannya untuk menyadarkan orang yang didatangi. Seperti yang dialami oleh
raja besar di Balkha. Raja ini merupakan raja yang kaya banyak pengawalnya.
Suatu malam sang raja dikejutkan oleh suara di atas atap rumah. Ketika ditanya
orang yang berada di atas itu menjawab bahwa dia sedang mencari untanya yang
hilang. Seketika sang raja mengatakan aneh, sebab mencari unta di atas atap.
Tetapi laki-laki itu malah menjawab kelakuan sang raja lebih aneh lagi sebab
mencari ridho Allah kok berbalut dengan kemewahan.
Begitu pula saat sang raja
mengadakan sidang bersama punggawanya, tiba-tiba datang seorang laki-laki tanpa
permisi. Ketika ditanya apa keperluannya, sang laki-laki itu mengatakan bahwa
istana ini hanya peristirahatan para kafilah. Tentu saja sang raja marah sebab
istana disebut sebagai tempat peristirahatan.
“Ini bukan persinggahan para kafilah
yang kelelahan. Ini adalah istanaku, “ bentak sang raja merasa terhina.
“Istanamu? Sebelum engkau, siapa
yang menempatinya?”
“Bapakku”
“Sebelum bapakmu, siapa yang punya?”
“Kakekku”
“Sebelum kakekmu?”
“Bapak dari kakekku.”
“Sekarang mereka berada di mana?”
“Mereka sudah meninggal dunia”
“Berarti tepat benar: tempat ini
adalah persinggahan sementara saja. Nanti sebentar lagi engkau juga akan
meninggalkannya.” Kemudian orang itu hilang. Ternyata orang itu tidak lain
adalah Nabi Khidir yang datang memberi nasehat agar menyadari bahwa kehidupan
dunia itu fana belaka, bukan tujuan utama setiap manusia beriman.
Begitu pula saat sang raja
mengadakan sidang bersama punggawanya, tiba-tiba datang seorang laki-laki tanpa
permisi. Ketika ditanya apa keperluannya, sang laki-laki itu mengatakan bahwa
istana ini hanya peristirahatan para kafilah. Tentu saja sang raja marah sebab
istana disebut sebagai tempat peristirahatan.
“Ini bukan persinggahan para kafilah
yang kelelahan. Ini adalah istanaku, “ bentak sang raja merasa terhina.
“Istanamu? Sebelum engkau, siapa
yang menempatinya?”
“Bapakku”
“Sebelum bapakmu, siapa yang punya?”
“Kakekku”
“Sebelum kakekmu?”
“Bapak dari kakekku.”
“Sekarang mereka berada di mana?”
“Mereka sudah meninggal dunia”
“Berarti tepat benar: tempat ini
adalah persinggahan sementara saja. Nanti sebentar lagi engkau juga akan
meninggalkannya.” Kemudian orang itu hilang. Ternyata orang itu tidak lain
adalah Nabi Khidir yang datang memberi nasehat agar menyadari bahwa kehidupan
dunia itu fana belaka, bukan tujuan utama setiap manusia beriman.